A.
Alat
Ukur
Dalam soal pengukuran salah satu persoalan yang sering
timbul ialah bagaiman alat ukurnya itu baik atau tidak. Alat ukur itu disebut
baik, bila alat ukur itu valid dan reliable. Karena itu hal tersebut perlu
mendapat perhatian untuk memperoleh alat ukur yang baik. Dalam hal validitas
alat ukur mencakup kejituan dan ketelitian alat ukur yang bersangkutan.
Alat ukur yang jitu yaitu bila aalt ukur ini benar-benar
mengukur apa yang akan diukur, jadi alat ukur itu tidak mengukur hal-hal lain.
Misalnya alat ukur mengenai intelegensi, alat tersebut benar-benar mengukur
intelegens, tidak mengukur interaksi. Jadi alat ukur untuk sikap, alat ukur
tersebut akan mengunkap sikap bukan mengunkap hal lain. Bila hal tersebut dapat
dipenuhi, maka alat tersebut dianggap jitu atau valid.
Disamping alat itu harus jitu, alat tersebut juga harus
teliti, artinya alat tersebut harus dapat memberikan kecermatan dalam hasil
pengukurannya. Alat tersebut harus mampu atau dapat memberikan dengan cermat
ukuran besar kecilnya yang diukur.
Suatu alat yang baik itu harus reliable atau handal,
artinya alat itu harus dapat memberikan hasil pengukuran yang tetap atau stabil. Bila suatu benda pada suatu
waktu diukur menunjukkan panjang 2 meter misalnya, maka pada waktu lain bila
benda itu diukur dengan alat ukur kembali, hasilnya juga menunjukkan 2 meter.
B.
Metode
Pengukuran Sikap
Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang pada
garis besarnya dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung.
1. Pengukuran sikap secara langsung
Secara
langsung yaitu subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya
terhadap sesuatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini
dapat dibedakan langsung yang tidak berstruktur dan langsung yang berstruktur.
Secara langsung yang tidak berstruktur misalnya mengukur sikap dengan wawancara
bebas (free interview), dengan pengamatan langsung atau dengan surve (misal
public opinion survey). Sedangkan cara langsung yang berstruktur, yaitu
pengukuran sikap dengan mengggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun
sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan, dan langsung diberikan
kepada subjek yang diteliti.
a. Pengukuran sikap model Bogardus
Bogardus
dalam mengukur sikap menggunakan suatu skala(scale). Apa yang dikemukakan oleh
Bogardus berdsarkan apa yang dikemukakan oleh Park, yang menurutnya bahwa dalam
sutu kelompok ada intensitas hubungan yang berbeda satu dengan yang lain
diatara para anggotanya, demikian pula adanya perbedan intensitas hubungan
antara kelompok yang satu dengan kelompokyang lain. Maka pengukuran sikap model
Bogardus adalah menyangkut jarak sosial, yaitu jarak sosial dari satu golongan
atau kelompok terhadap golongan atau kelompok lain.
b. Pengukuran sikap model Thurstone
Dalam
skala Thurstone digunakan pernyataan-pernyataan yang disusun sedemikian rupa
hingga merupakan rentangan (range) dari yang favorable sampai yang paling
unfavorable. Pertanyaa-pertanyaan itu disampaikan kepada subjek dalam suatu
formulir. Masing-masing pernyataan dalam skala Thurstone telah mempunyai skala
sendiri-sendiri. Nilai skala tersebut bergerak dari 0,0 (yang merupakan ekstrim
bawah) sampai dengan 11,0 (yang merupakan ekstrim atas).
c. Pengukuran sikap model Likert
Dalam
menciptakan alat ukur Likert juga menggunakan pernyataan-pernyataan, dengan
menggunakan lima alternatif jawaban atau tanggapan atas pernyataan-pernyataan
tersebut. Subjek ynag diteliti disuruh memilih salah satu dari lima altenatif
yang disediakan (sangat setuju, setuju, tidak mempunyai pendapat, tidak setuju,
sangay tidak setuju).
2. Pengukuran sikap secara tidak langsung
Pengukuran
sikap secara tidak langsung adalah pengukuran sikap dengan menggunakan tes .
dalam hal ini dapat dibedakan antara tes yang proyektif dan nonp-proyektif.
Misal dengan tes Rorschah,TAT, dan dengan melalui analisis yang cukup rumit,
peneliti dapat mengetahui bagaimana sikap seseorang terhadap keadaan
sekitarnya. Pengukuran sikap secara tidak langsung ini begitu kompleks dan begitu
rumit yang biasanya dibicarakan dalam rangka pembicaraan mengenai itu.
C.
Hasil
Variasi Pengukuran
Variasi hasil pengukuran disebabkan karena alat ukur yang
digunakan berbeda, karen alat ukunrnys belum distandarisasi. Namun demikian
variasi hasil pengukuran tidak hanya ditimbulkan karena alat ukur yang
digunakan, tetapi juga dapat bersumber pada faktor-faktor lain, yaitu :
1. Keadaan objek yang diukur
Merupakan
hal yang ideal bila hasil pengukuran yang diperoleh itu benar-benar
mencerminkan keadaan yang sesungguhnya dari objek yang diukur. Apakah sesuatu
alat ukur itu dapat dengan tepat mengukur atau mengungkap apa yang ingin
diungkap atau ingin diukur, hal ini berkaitan dengan soal validiatas alat ukur.
2. Situasi pengukuran
Pengukuran
sesuatu dalam situasi yang berbeda,juga dapat menimbulkan hasil pengukuran yang
berbeda.juga dapat menimbulkan hasil pengukuran yang berbeda. Mengukur sebatabg
tembaga dengan temperatur yang berbeda, akan diperoleh hasil pengukuran yang
berbedam sekalipun benda dan alat ukurnya sama. Demikian pula mengukur sikap
seseorang dalam situasi yang berbeda, dapat menghasilkan pengukuran yang
berbeda pula.
3. Alat ukur yang digunakan
Dijelaskan
bahwa variasi hasil pengukuran dapat disebabkan karena alat ukur yang
digunakan. Misal bila alat ukur dibuat dari bahan yang berbeda, kemungkinan
hasil pengukuran juga akan berbeda. Kalau alat ukur untuk mengukur panjang dibuat dari bahan yang sangat sensitif terhadap perubahan
temperatur., maka akan menghasilkan hasil pengukuran yang berbeda satu dengan
yang lain. Demikian halnya dengan alat ukur mengenai sikap. Bila butir-butir
dalam alat ukur itu kurang atau tidak baik, maka hasil pengukurannya juga
kurang baik. Karena itu untuk mendapatkan alat ukur yang baik, maka dalam
menyusun butir-butir dalam alat ukur tersebut harus dipilih butir-butir yang
baik pula.
4. Penyelenggaraan pengukuran
Cara
penyelenggaraan pengukuran juga dapat menghasilkan hasil pengukuran yang
berbeda. Misal administrasi pengukuran yang tidak tetap dapat merupakan sumber
hasil pengukuran yang berbeda.karena itu dalam pengukuran administrasi
pengukuran juga telah dilakukan. Demikian juga seseorang pengukur kurang
menguasai alat ukur yang digunakan, maka hal ini akan dapat menimbulkan hasil
pengukuran yang berbeda-beda, karena kemungkinan cara penyelenggaraannya
berbeda-beda.
5. Pembacaan atau penilaian hasil pengukuran
Seorang
pengukur yang sedang ngantuk mungkin mengalami salah baca. Seorang tester yang
sudah terlalu telah mungkin melakukan salah periksa. Seorang coder hasil-hasil
angket mungkin salah letak dalam memberikan kode-kode. Semua keadaan itu
menaikkan atau menurunkan hasil-hasil pengukuran dari keadaan yang
sesungguhnya(Hadi,1971:106). Dengan demikian dapat dikemukakan bila seorang
pengukr telah menagntuk atau telah lelh, karena bekerja melampaui kemampuannya,
maka hal iniakan dapat pula merupakan sumber dari variasi hasil pengukuran.
Dari
hal tersebut diatas dapat diketahui apa saja yang dapat merupakan sumber
variasi hail pengukuran. Setelah diketahui sumber-sumber tersebut, untuk
menjaga jangan sampai terjadi variasi dalam hasil pengukuran., keadaan
sumber-sumber tersebut sejauh mungkin dapat dihindari. Karena itu perlu diambil langkah-langkah
untuk mencegah jangan sampai terjadi hasil pengukuran yang bervariasi.