Animasi Doraemon

" title="klik untuk membuat animasi " />

Rabu, 15 Maret 2017

PENGUKURAN SIKAP




A.    Alat Ukur
Dalam soal pengukuran salah satu persoalan yang sering timbul ialah bagaiman alat ukurnya itu baik atau tidak. Alat ukur itu disebut baik, bila alat ukur itu valid dan reliable. Karena itu hal tersebut perlu mendapat perhatian untuk memperoleh alat ukur yang baik. Dalam hal validitas alat ukur mencakup kejituan dan ketelitian alat ukur yang bersangkutan.
Alat ukur yang  jitu yaitu bila aalt ukur ini benar-benar mengukur apa yang akan diukur, jadi alat ukur itu tidak mengukur hal-hal lain. Misalnya alat ukur mengenai intelegensi, alat tersebut benar-benar mengukur intelegens, tidak mengukur interaksi. Jadi alat ukur untuk sikap, alat ukur tersebut akan mengunkap sikap bukan mengunkap hal lain. Bila hal tersebut dapat dipenuhi, maka alat tersebut dianggap jitu atau valid.
Disamping alat itu harus jitu, alat tersebut juga harus teliti, artinya alat tersebut harus dapat memberikan kecermatan dalam hasil pengukurannya. Alat tersebut harus mampu atau dapat memberikan dengan cermat ukuran besar kecilnya yang diukur.
Suatu alat yang baik itu harus reliable atau handal, artinya alat itu harus dapat memberikan hasil pengukuran yang tetap  atau stabil. Bila suatu benda pada suatu waktu diukur menunjukkan panjang 2 meter misalnya, maka pada waktu lain bila benda itu diukur dengan alat ukur kembali, hasilnya juga menunjukkan 2 meter.

B.     Metode Pengukuran Sikap
Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang pada garis besarnya dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung.
1.      Pengukuran sikap secara langsung
Secara langsung yaitu subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap sesuatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat dibedakan langsung yang tidak berstruktur dan langsung yang berstruktur. Secara langsung yang tidak berstruktur misalnya mengukur sikap dengan wawancara bebas (free interview), dengan pengamatan langsung atau dengan surve (misal public opinion survey). Sedangkan cara langsung yang berstruktur, yaitu pengukuran sikap dengan mengggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan, dan langsung diberikan kepada subjek yang diteliti.
a.       Pengukuran sikap model Bogardus
Bogardus dalam mengukur sikap menggunakan suatu skala(scale). Apa yang dikemukakan oleh Bogardus berdsarkan apa yang dikemukakan oleh Park, yang menurutnya bahwa dalam sutu kelompok ada intensitas hubungan yang berbeda satu dengan yang lain diatara para anggotanya, demikian pula adanya perbedan intensitas hubungan antara kelompok yang satu dengan kelompokyang lain. Maka pengukuran sikap model Bogardus adalah menyangkut jarak sosial, yaitu jarak sosial dari satu golongan atau kelompok terhadap golongan atau kelompok lain.
b.      Pengukuran sikap model Thurstone
Dalam skala Thurstone digunakan pernyataan-pernyataan yang disusun sedemikian rupa hingga merupakan rentangan (range) dari yang favorable sampai yang paling unfavorable. Pertanyaa-pertanyaan itu disampaikan kepada subjek dalam suatu formulir. Masing-masing pernyataan dalam skala Thurstone telah mempunyai skala sendiri-sendiri. Nilai skala tersebut bergerak dari 0,0 (yang merupakan ekstrim bawah) sampai dengan 11,0 (yang merupakan ekstrim atas).
c.       Pengukuran sikap model Likert
Dalam menciptakan alat ukur Likert juga menggunakan pernyataan-pernyataan, dengan menggunakan lima alternatif jawaban atau tanggapan atas pernyataan-pernyataan tersebut. Subjek ynag diteliti disuruh memilih salah satu dari lima altenatif yang disediakan (sangat setuju, setuju, tidak mempunyai pendapat, tidak setuju, sangay tidak setuju).
2.      Pengukuran sikap secara tidak langsung
Pengukuran sikap secara tidak langsung adalah pengukuran sikap dengan menggunakan tes . dalam hal ini dapat dibedakan antara tes yang proyektif dan nonp-proyektif. Misal dengan tes Rorschah,TAT, dan dengan melalui analisis yang cukup rumit, peneliti dapat mengetahui bagaimana sikap seseorang terhadap keadaan sekitarnya. Pengukuran sikap secara tidak langsung ini begitu kompleks dan begitu rumit yang biasanya dibicarakan dalam rangka pembicaraan mengenai itu.

C.    Hasil Variasi Pengukuran
Variasi hasil pengukuran disebabkan karena alat ukur yang digunakan berbeda, karen alat ukunrnys belum distandarisasi. Namun demikian variasi hasil pengukuran tidak hanya ditimbulkan karena alat ukur yang digunakan, tetapi juga dapat bersumber pada faktor-faktor lain, yaitu :
1.      Keadaan objek yang diukur
Merupakan hal yang ideal bila hasil pengukuran yang diperoleh itu benar-benar mencerminkan keadaan yang sesungguhnya dari objek yang diukur. Apakah sesuatu alat ukur itu dapat dengan tepat mengukur atau mengungkap apa yang ingin diungkap atau ingin diukur, hal ini berkaitan dengan soal validiatas alat ukur.
2.      Situasi pengukuran
Pengukuran sesuatu dalam situasi yang berbeda,juga dapat menimbulkan hasil pengukuran yang berbeda.juga dapat menimbulkan hasil pengukuran yang berbeda. Mengukur sebatabg tembaga dengan temperatur yang berbeda, akan diperoleh hasil pengukuran yang berbedam sekalipun benda dan alat ukurnya sama. Demikian pula mengukur sikap seseorang dalam situasi yang berbeda, dapat menghasilkan pengukuran yang berbeda pula.
3.      Alat ukur yang digunakan
Dijelaskan bahwa variasi hasil pengukuran dapat disebabkan karena alat ukur yang digunakan. Misal bila alat ukur dibuat dari bahan yang berbeda, kemungkinan hasil pengukuran juga akan berbeda. Kalau alat ukur untuk mengukur  panjang dibuat dari bahan  yang sangat sensitif terhadap perubahan temperatur., maka akan menghasilkan hasil pengukuran yang berbeda satu dengan yang lain. Demikian halnya dengan alat ukur mengenai sikap. Bila butir-butir dalam alat ukur itu kurang atau tidak baik, maka hasil pengukurannya juga kurang baik. Karena itu untuk mendapatkan alat ukur yang baik, maka dalam menyusun butir-butir dalam alat ukur tersebut harus dipilih butir-butir yang baik pula.
4.      Penyelenggaraan pengukuran
Cara penyelenggaraan pengukuran juga dapat menghasilkan hasil pengukuran yang berbeda. Misal administrasi pengukuran yang tidak tetap dapat merupakan sumber hasil pengukuran yang berbeda.karena itu dalam pengukuran administrasi pengukuran juga telah dilakukan. Demikian juga seseorang pengukur kurang menguasai alat ukur yang digunakan, maka hal ini akan dapat menimbulkan hasil pengukuran yang berbeda-beda, karena kemungkinan cara penyelenggaraannya berbeda-beda.
5.      Pembacaan atau penilaian hasil pengukuran
Seorang pengukur yang sedang ngantuk mungkin mengalami salah baca. Seorang tester yang sudah terlalu telah mungkin melakukan salah periksa. Seorang coder hasil-hasil angket mungkin salah letak dalam memberikan kode-kode. Semua keadaan itu menaikkan atau menurunkan hasil-hasil pengukuran dari keadaan yang sesungguhnya(Hadi,1971:106). Dengan demikian dapat dikemukakan bila seorang pengukr telah menagntuk atau telah lelh, karena bekerja melampaui kemampuannya, maka hal iniakan dapat pula merupakan sumber dari variasi hasil pengukuran.
Dari hal tersebut diatas dapat diketahui apa saja yang dapat merupakan sumber variasi hail pengukuran. Setelah diketahui sumber-sumber tersebut, untuk menjaga jangan sampai terjadi variasi dalam hasil pengukuran., keadaan sumber-sumber tersebut sejauh mungkin dapat dihindari.  Karena itu perlu diambil langkah-langkah untuk mencegah jangan sampai terjadi hasil pengukuran yang bervariasi.

Tidak ada komentar: