KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman dan islam kepada kita
semua, sehingga kita dapat berkumpul dalam pertemuan yang Insya Allah di
muliakan oleh Nya. Yaitu yang berjudul Atribut Kognitif dan Atribut Non
Kognitif.
Shalawat
dan salam semoga tetap terlimpah curah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Kepada para sahabatnya para Tabi’itnya dan semoga kepada kita selaku umatnya
mendapatkan syafa’atul udzma di Yaumil Jaza. Amin
Dalam
penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Semoga bimbingan, bantuan dan petunjuk yang telah diberikan
mendapat balasan dari Allah SWT. Amin ya rabbal’alamin.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini tidak sempurna. Oleh karena itu, dengan tulus hatipenulis
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan mengarahkan kepada
perbaikan. Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan
pendidikan.
Penyusun,
Padang, 09 September
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Objek pengukuran dapat berupa atribut fisik atau atribut psikologi. Kelebihan
atribut fisik, dapat diukur sampai pada tingkat skala ratio yaitu angka
interval yang memiliki harga 0 mutlak. Atribut psikologi hanya dapat diukur
sampai tingkat skala ordinal. Atribut Psikologi dikategorikan menjadi: atribut
Kemampuan Kognitif (Intelegensi, Bakat dan Prestasi) dan Atribut Bukan
Kemampuan (Atribut kepribadian). Skala dan tes adalah 2 hal yang berbeda. Tes
digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif, skala digunakan untuk
penyebutan alat ukur atribut non-kognitif.
Laboratorium
psikologi yang didirikan oleh Wilhelm Wund telah merubah objek formal ilmu
psikologi yang dulunya selalu didefinisikan sebagai ilmu jiwa, bergeser pada
definisi bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dimana
perilaku ini adalah suatu manifestasi dari kejiwaan seseorang. Dengan
bergesernya definisi tersebut, dunia psikologi yang dulu tidak pernah “ribet”
dengan pengukuran (baca: aliran psikoanalisa Sigmud Freud, Gustav Jung,
Ericson, dan lain-lain) sekarang menjadi khas dengan pekerjaan pengukuran,
mulai dari pengukuran atribut-atribut psikologi yang bersifat kognitif (dimulai
dengan pembuatan tes IQ Binnet, tes prestasi belajar, dan lain-lain) sampai
dengan pengukuran atribut-atribut non kognitif (kepribadian, motivasi, dan
masih banyak lagi). Karena atribut-atribut psikologi tidak mempunyai eksistensi
riil dan hanya rekaan teoritis saja (theoretical construct) maka pengukuran
atribut psikologi non kognitif ini hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan
respon sentimentil yang diberikan oleh seseorang terhadap pernyataan-pernyataan
atau item-item yang telah disusun berdasarkan konstruk teoritis tersebut
(Suryabrata, 1998).
B.
Rumusan
Masalah
1. Menjelaskan
Atribut Kognitif
2. Menjelaskan
Atribut Non Kognitif
BAB II
PEMBAHASAN
Atribut psikologis
yang biasa dipersoalkan di psikologi tidak mempunyai eksistensi riil, dan hanya
rekaan teoritis (theoretical construct)
saja. Oleh karena keadaan yang demikian itu maka atribut psikologis tidak dapat
diukur secara langsung, atribut psikologis harus diukur secara tidak langsung,
melalui respons yang dibuat oleh subjek pada waktu subjek dihadapkan kepada
perangsang tertentu. Respons yang diperlukan untuk pengukuran atribut kognitif
tidak sama dengan respons yang diperlukan untuk pengukuran atribut
non-kognitif. Untuk pengukuran atribut kognitif diperlukan respons jenis
pendapat (judgment), yaitu jenis
respon yang dapat benar atau salah. Untuk pengukuran atribut non-kognitif
diperlukan respons jenis ekspresi sentiment (exspression of sentiment), yaitu jenis respons yang tak dapat
dinyatakan benar atau salah, atau seringkali dikatakan semua respons benar
menurut alasannya masing-masing (Suryabrata, 2005 : 177).
Pengukuran
Skala Psikologi mempelajari tentang pengukuran psikologis, yang terdiri dari
atribut-atribut kognitif dan atribut-atribut non kognitif. Atribut itu
merupakan karakteristik yang dimiliki individu atau objek yang bersifat psikologis
maupun fisiologis. Perbedaan antara alat ukur kognitif dengan non kognitif
yaitu alat ukur kognitif stimulasinya terstruktur, respon dapat di kategorikan
benar/salah, bersifat objektif. Sedangkan alat ukur non-kognitif stimulusnya unstructured, stimulus yang arah
responnya tidak di ketahui subjek, semua respon di terima dan bersifat
proyektif.
Pengukuran
atribut kognitif harus menggunakan prinsip-prinsip yang jelas, komprehensif dan
spesifik. Pengukuran atribut kognitif di bedakan menjadi tiga: Tes Prestasi
Belajar, Inteligensi dan Potensi Intelektual. Pengukuran atribut non-kognitif
menggunakan berbagai macam model skala untuk pengukuran atributnya. Sebagai
alat ukur, skala psikologi memiliki karakteristik khusus yang membedakannya
dari berbagai bentuk instrument pengumpulan data yang lain seperti angket (questionnaire), daftar isian, inventori,
dan lain – lainnya. Meskipun dalam percakapan sehari – hari biasanya istilah skala disamakan saja dengan istilah tes namun dalam pengembangan instrument
ukur umumnya istilah tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan
kognitif sedangkan istilah skala lebih banyak dipakai untuk menamakan alat ukur
atribut non – kognitif. Selanjutnya, dalam buku ini, istilah skala psikologi
selalu mengacu kepada bentuk alat ukur atribut non – kognitif, khususnya yang
disajikan dalam format tulis (paper and
pencil) (Azwar, 2012 : 5 -6).
Objek
pengukuran dapat berupa atribut fisik atau atribut psikologi. Dibanding atribut
psikologi, kelebihan utama atribut fisik adalah dapatnya diukur sampai pada
tingkat skala rasio, yaitu angka interval yang memiliki harga nol mutlak,
sehingga satuan ukur (Unit of measurements) dalam pengukuran fisik
menjadi jelas. Atribut psikologi hanya dapat diukur sampai tingkat skala
ordinal. Sekalipun hasil ukur skala psikologi dapat dinyatakan secara interval
melalui suatu proses penskalaan, namun tetap tidak memiliki satuan ukur yang
jelas dikarenakan tidak adanya titik nol absolut.
Sebagai
objek ukur, atribut psikologi dapat dikategorikan menjadi beberapa macam,
yaitu:
A.
Atribut
kemampuan (kognitif)
Kemampuan psikologi adalah atribut yang menunjukkan
kapasitas intelektual atau fungsi fikir manusia, oleh karena itu biasa disebut
sebagai kemampuan kognitif yang terbagi menjadi kemampuan potensial dan
kemampuan aktual.
1. Atribut
potensial dikonsepkan sebagai model dasar dalam bentuk peluang (probabilitas) teoretik individu untuk
berkembang mencapai performansi yang optimal. Potensi individu terbentuk tanpa
tergantung pada faktor lingkungan akan tetapi hanya dapat berkembang dalam
bentuk performansi bila ada stimulasi dari lingkungan dan pelatihan. Potensi
merupakan batas performansi optimal yang mungkin dicapai oleh individu. Satu
bentuk potensi kognitif adalah kapasitas intelektual dalam pemecahan permasalahan
secara umum, yang populer dengan intelegensi. Bentuk yang lainnya adalah
kapasitas intelektual dalam berbagai bidang khusus (bakat), seperti bakat
verbal, bakat mekanikal, bakat seni dll. Kemampuan kognitif bersifat stabil dan
perubahan angka yang terjadi dalam pengukuran biasanya tidak lebih dari
fluktuasi variasi eror standar.
2. Atribut
aktual dikonsepkan sebagai realisasi keberhasilan usaha belajar dalam wujud
performansi yang mampu diperlihatkan oleh individu. Ada individu yang memiliki
potensi tinggi namun tidak mampu memperlihatkan performansi yang maksimal yang
semestinya dapat dicapainya dan ada individu yang mampu mengaktualisasikan
potensi yang dimiliki secara penuh. Tingkat pencapaian performansi disebut
dengan prestasi yang merupakn paduan interaktif antara potensi dan usaha
(pembelajaran dan pelatihan). Performansi maksimal yang dapat dicapai oleh
seseorang dipengaruhi oleh usaha dan dibatasi oleh potensi kognitifnya. Dengan
demikian, prestasi tidak stabil dari waktu ke waktu. Berkurangnya pelatihan
akan menurunkan tingkat prestasi dan meningkatnya pelatihan akan menaikkan
prestasi sejauh potensi memungkinkan.
1.
Langkah-langkah
Pengembangan Alat Ukur Atribut Kognitif
Langkah-langkah
pengembangan alat ukur atribut kognitif meliputi penyusunan alat ukur yang
hendaknya isinya menyeluruh, rinci dan spesifik. Pertimbangan spesifikasi alat
ukur meliputi (Suryabrata, 2005: 47-67) :
a. Menentukan wilayah yang akan dikenai
pengukuran. Hal-hal yang akan dikenai pengukuran secara teknis adalah : Atribut
kognitif (Hasil belajar, intelegensi dan potensi intelektual) dan Atribut non
kognitif.
b. Menentukan dasar konseptual atau
dasar teoritis yang akan digunakan sebagai landasan. Dan penerapannya berupa treatment
atau perlakuan terhadap manusia. Adapun macam-macam dasar konseptual adalah :
Dasar konseptual mengenai hal belajar, dasar konsetual mengenai intelegensi,
dan dasar konseptual menegenai potensi intelektual.
c. Menentukan subyek yang akan dikenai
pengukuran. Subyek yang akan dikenai tes sangat mempengaruhi karakteristik tes
yang akan dikembangkan. Sehingga obyek tes ditentukan diawal.
d. Menentukan tujuan pengukuran. Tujuan
ini perlu dirumuskan dengan jelas sejak awal. Tes yang dimaksudkan untuk tujuan
diagnostik akan berbeda dengan tes yang dimaksudkan untuk seleksi.
e. Menentukan materi alat ukur. Materi
yang dapat digunakan dalam bidang tes adalah : Materi projektif adalah yang
digunakan untuk menyusun instrumen dalam mengukur atribut non kognitif dan
materi non projektif yang digunakan untuk menyusun instrumen dalam mengukur
atribut kognitif. seperti : materi verbal, non verbal dan materi yang berupa
tugas penampilan (Performance).
f. Menentukan tipe soal materi non
prijektif dengan memperhatikan : Alat ukur menuntut subyek merespon
dengan uraian (tes berupa uraian atau esai) dan Alat ukur menuntut subyek
memilih alternatif jawaban yang disajikan atau ditawarkan (tes berupa soal
obyektif). Pertimbangan dalam pemilihan tipe soal adalah : Tujuan testing, cara
penyekoran, kegiatan penyelenggaraan tes, dan pencetakan tes.
g. Menentukan jumlah soal untuk
keseluruhan alat ukur dan masing-masing bagiannya. Faktor dalam penentuan
banyak soal tes adalah : Hubungan antara banyaknya soal dengan bobot soal dan
hubungan antara banyak soal dan reabilitas tes. Variasi rumus Spearman-Brown
tentang taraf reabilitas adalah : Hubungan antara banyaknya soal dengan waktu
tes dan hubungan antara banyaknya soal dengan uji coba tes.
h. Merencanakan taraf kesukaran soal
dan distribusinya. Kesukaran soal adalah : proporsi atau presentase subyek yang
menjawab soal dengan benar. Rumus indeknya adalah : p = B/T dengan keterangan :
P : Indeks kesukaran soal.
B : Banyaknya subyek yang menjawab
soal dengan benar.
T : Banyaknya subyek yang
mengerjakan soal.
i.
Menyusun kisi-kisi atau “test blue print”. Tujuan
penyusunanya adalah : sebagai petunjuk efektif bagi penyususn tes. Dan panduan
yang digunakan untuk pengukuran potensi dan intelektual adalah : kontruksi
teoritis yang disusun berdasarkan teori untuk melandasi pengukurannya.
j.
Merencanakan tugas-tugas untuk para penulis soal. Pemberian
tuga-tugas kepada penulis soal adalah hal yang sangat penting, oleh karena itu
harus dipersiapkan secara cermat. Dalam menyiapkan tugas-tugas ini perlu
dipertimbangkan: penulis soal, lokasi waktu untuk penulisan soal, bentuk
penugasan, catatan-catatan mengenai soal, dan penelaahan soal.
k. Mererncanakan perakitan soal.
Kumpulan sejumlah soal belum tentu merupakan sebuah tes. Masih ada tindakan
lain yang perlu dilakukan untuk membuat kumpulan soal itu menjadi sebuah tes.
Adapun tindakan itu ialah memilih mana diantara soal-soal yang telah lulus dari
penelaahan dan uji coba itu diakhirnya. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan
problem-problem apa kiranya yang akan timbul.
l.
Merencanakan jadwal penerbitan tes. Untuk merencanakan
penjadwalan penerbitan tes itu orang dapat bekerja secara prospektif atau
restrospektif. Jadi, perencana tes dapat bertolak pada membuat perkiraan kapan
(hari dan tanggal) tes itu akan siap untuk digunakan untuk merencanakan dari
apa yang telah dikerjakan sampai sekarang. Dapat pula terjadi, tanggal
penggunaan tes itu bekerja mundur untuk menentukan kapan penyusunan tes itu
akan dimulai.
2.
Pengembangan
Tes Hasil Belajar
Pengembangan tes hasil belajar pada
umumnya meliputi langkah-langkah sebagai berikut : Pengembangan spefikasi tes,
penulisan soal, penelaahan soal, perakitan soal (untuk tujuan uji coba), uji
coba tes, analisis butir soal, seleksi dan perakitan soal, seleksi dan
perakitan soal (bentuk akhir),
pencetakan tes, administrasi tes bentuk akhir, dan penyusunan skala dan norma.
3.
Pengembangan
Tes Intelegensi
Seperti
pengembangan tes hasil belajar, pengembangan tes intelegensi juga mengikuti
langkah-langkah yang sedikit banyak telah baku, yaitu: Pengembangan
spefikasi tes, penulisan soal, penelaahan soal, perakitan soal (untuk tujuan
uji coba), uji coba tes, analisis butir soal, seleksi dan perakitan soal,
seleksi dan perakitan soal (bentuk
akhir), pencetakan tes, administrasi tes bentuk akhir, dan penyusunan
skala dan norma.
Walaupun langkah-langkah yang harus dilakukan itu
sama dengan yang harus dilakukan dalam pengembangan tes hasil belajar, namun di
dalam praktek pelaksanaannya dapat sangat berbeda. Hal ini terjadai karena (a)
kompleksitas inteligensi lebih tinggi dari pada hasil belajar, (b) proses
pengambilan data memerlukan waktu yang lebih panjang, dan (c) proses penyusunan
norma memerlukan waktu dan kerja lebih banyak.
4.
Pengembangan Tes Potensi
Intelektual
Upaya
pengembangantes potensi intelektual khusus (special
aptitude test) timbul karena banyak kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam
masyarakat tidak dijawab dengan memuaskan apabila orang hanya mengandalkan pada
penerapan tes intelegensi. Tes intelegensi memberikan gambaran global mengenai
kemampuan intelektual umum; di dalam banyak kejadian memang gambran yang
demikian itu yang diperlukan. Namun, ada keadaan-keadaan dimana yang diperlukan
itu bukan gambaran kemampuan intelektual umum, melainkan profil intelektual
yang menampilkan kekuatan dan kelemahan individu yang dites.
B.
Atribut
bukan kemampuan (non kognitif)
Atribut psikologi yang bukan kemampuan kognitif
kadang-kadang disebut sebagai atribut kepribadian dan sebagai atribut efektif.
Menyangkut metoda penyusunan instrumen, atribut bukan kemampuan dikenal
(mengikuti defenisi Cronbach, 1970) sebagai performansi tipikal (typical performance). Performansi
tipikal inilah yang menjadi objek ukur skala-skala psikologi. Untuk pengukuran
atribut non kognitif diperlukan respon jenis ekspresi sentimen (expression of sentiment), yaitu jenis respons tidak dapat dinyatakan benar atau
salah, atau sering dikatakan semua respons benar menurut alasannya
masing-masing.
1.
Langkah-langkah
pengembangan alat ukur non kognitif
Langkah pengembangan alat ukur atribut
non kognitif pada dasarnya sama dengan langkah-langkah dalam pengembangan alat
ukur atribut kognitif. Jadi langkah-langkah itu adalah sebagai beerikut:
a. Pengembangan
spesifikasi intrumen. Hal-hal yang perlu dibuat rumusannya secara spesifik
adalah subjek, tujuan, model skala, kisi-kisi, dan waktu.
b. Penulisan
pernyatan atau pertanyaan. Rumusan pernyataan atau pertanyaan untuk pengukuran
atribut non kognitif ini sangat beragam, tergantung kepada model skala yang
digunakan. Tiga hal penting yang harus dipertimbangkan ialah gagasan mengenai
substansinya, format rumusannya, dan pembahasannya.
c. Penelaahan
pernyataan atau pertanyaan. Hasil penulisan penyataan atau pertanyaan perlu
ditelaahan, yaitu dianalisis secara kualitatif. Analisa kualitatif ini
dilakukan dari tiga arah, yaitu dari arah substansinya, dari arah rumusannya,
dan dari arah pembahasannya.
d. Perakitan
pernyataan atau pertanyaan. Pernyataaan atau pertanyaan yang telah dipilih
dalam proses penelaahan pernyataan atau pertanyaan lalu dirakit kedalam
perangkat alat ukur sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Proses perakitan
ini relatif sederhana, oleh karena rambu-rambunya telah dituliskan dengan rinci
dan jelas dalam kisi-kisi.
e. Uji
coba. Kelompok subjek yang akan dilibatkan dalam uji coba harus benar-benar
sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam spesifikasi.
f. Analisis
hasil uji coba. Analisis hasil uji coba akan tergantung kepada model skala yang
digunakan. Namun, satu hal sudah pasti yaitu bahwa teori yang mendasari
penyusunan skala itu adalah teori tes klasik.
g. Seleksi
perakitan instrumen. Seleksi pernyataan atau pertanyan juga tergantung pada
model skala yang digunakan. Kegiatan ini secara relatif sederhana, oleh karena
apa yang dilakukan telah diberi arah oleh model skala yang digunak serta
kisi-kisi yang relatih lengkap.
h. Administrasi
instrumen bentuk akhir. Intstrumen ini akan tergantung kepada subjek, maka
spesifikasi kelompok subjek untuk admisnistrasi instrumen itu sangat penting.
Hasil-hasil serta kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh akan tebatas berlakunya
ada kelompok subjek yang terlibat dalam penggunaan instrumen tersebut.
i.
Proses
kuantufikasi. Seperti yang telah diuraikan di depan atribut-atribut psikologis
tidak mempunyai eksisitensi riil dan hanya merupakan rekaan teoritis.
j.
Penyusunan skala
dan norma.
2.
Pengembangan
skala model Likert
Model ini sebenarnya bernama metode summated ratings. Tetapi karena modelnya
pertama kali di usulkan oleh Rensis Likert (1931), maka model skala ini
terkenal dengan nama skala model Likert atau skala Likert. Skala ini tergolong
skala untuk orang dan pada rancangan dasarnya disusun untuk mengukur sikap,
walaupun kemudian penerapannya juga dilakukan terhdap hal-hal lain selain
sikap. Secara garis besar pengembangan skala Likert itu melalui langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Pengembangan
spesifikasi
b. Penulisan
pernyataan-pernyataan
c. Penelaahan
pernyataan-pernyataan
d. Perhatikan
pernyataan-pernyataan kedalam perangkat instrumen
e. Uji
coba
f. Analisis
uji coba
g. Seleksi
dan perakitan pernyataan
h. Pencetakan
instrumen
i.
Administrasi
instrumen
j.
Penyusunan skala
dan norma.
3.
Pengembangan
skala dengan metode perbandingan pasangan
Dasar teori metode perbandingan pasangan
ini adalah “hukum pendapat komparatif” (law
of comparative judgment) yang dirumuskan oleh Thurstone (1927). Dasar teori
itu tidak akan disajikan di sini. Pembaca yang berminat mempelajari hal
tersebut disilahkan mempelajarinya lewat sumber-sumber pustaka yang disajikan
pada akhir tulisan ini. Yang akan disajikan disini hanyalah proses penyusunan
skala berdasar metode perbandingan pasangan itu. Secara singkat penyusunan skala
itu melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. Penyusunan
tabel popularitas stimulus
b. Penyusunan
pasangan-pasangan stimulus
c. Pencetakan
instrumen, yang berupa pasangan-pasangan stimulus
d. Penerapan
instrumen kepada sekelompok subjek
e. Penghitungan
frekuensi pilihan F
f. Penghitungan
proporsi pilihan P
g. Konfersi
harga proporsi P kedalam harga normal deviate Z
h. Koreksi
harga Z kedalam Z yang dikoreksi Zc untuk menghilangkantanda negatif
4.
Pengembangan
skala Thurstone
Thurstone mengembangkan tiga macam
teknik penyusunan skala sikap yang satu sama lain terkait, yaitu metode
perbandingan pasangan, metode interval nampak sama, dan metode interval
suksesif. Ketiga metode ini semuanya menggunakan pendapat suatu panel penentu
pendapat mengenai kemendukungan atau kepositifan relatif pernyataan-pernyataan
sikap terhadap objek sikap tertentu. Harga kemendukungan masing-masing pernyataaan
dari pendapat-pendapat ini, dan pernyataan-pernyataan yang dirakit jadi
instrumen dipilih berdasar atas harga kemendukungan itu.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa Pengukuran Skala Psikologi mempelajari tentang pengukuran
psikologis, yang terdiri dari atribut-atribut kognitif dan atribut-atribut non
kognitif. Atribut itu merupakan karakteristik yang dimiliki individu atau objek
yang bersifat psikologis maupun fisiologis. Perbedaan antara alat ukur kognitif
dengan non kognitif yaitu alat ukur kognitif stimulasinya terstruktur, respon
dapat di kategorikan benar/salah, bersifat objektif. Sedangkan alat ukur
non-kognitif stimulusnya unstructured,
stimulus yang arah responnya tidak di ketahui subjek, semua respon di terima
dan bersifat proyektif.
Pengukuran atribut kognitif harus
menggunakan prinsip-prinsip yang jelas, komprehensif dan spesifik. Pengukuran
atribut kognitif di bedakan menjadi tiga: Tes Prestasi Belajar, Inteligensi dan
Potensi Intelektual. Pengukuran atribut non-kognitif menggunakan berbagai macam
model skala untuk pengukuran atributnya.
B.
Saran
Penulis tahu bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar bisa membuat makalah
yang lebih baik kedepannya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Azwar, Saifuddin. 2012. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : pustaka Pelajar
Suryabrata,
Sumadi. 2005. Pengembangan Alat Ukur
Psikologis. Yogyakarta : Andi Offset
1 komentar:
wah sangat bermanfaat mba, izin pakai ya untuk bahan Presentasi
Posting Komentar