Animasi Doraemon

" title="klik untuk membuat animasi " />

Kamis, 10 Desember 2015

Atribut kognitif dan Non kognitif




KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman dan islam kepada kita semua, sehingga kita dapat berkumpul dalam pertemuan yang Insya Allah di muliakan oleh Nya. Yaitu yang berjudul Atribut Kognitif dan Atribut Non Kognitif.
Shalawat dan salam semoga tetap terlimpah curah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Kepada para sahabatnya para Tabi’itnya dan semoga kepada kita selaku umatnya mendapatkan syafa’atul udzma di Yaumil Jaza. Amin
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Semoga bimbingan, bantuan dan petunjuk yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin ya rabbal’alamin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak sempurna. Oleh karena itu, dengan tulus hatipenulis memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan mengarahkan kepada perbaikan. Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan.


Penyusun,

Padang, 09 September 2015




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Objek pengukuran dapat berupa atribut fisik atau atribut psikologi.  Kelebihan atribut fisik, dapat diukur sampai pada tingkat skala ratio yaitu angka interval yang memiliki harga 0 mutlak. Atribut psikologi hanya dapat diukur sampai tingkat skala ordinal. Atribut Psikologi dikategorikan menjadi: atribut Kemampuan Kognitif (Intelegensi, Bakat dan Prestasi) dan Atribut Bukan Kemampuan (Atribut kepribadian). Skala dan tes adalah 2 hal yang berbeda. Tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif, skala digunakan untuk penyebutan alat ukur atribut non-kognitif.
Laboratorium psikologi yang didirikan oleh Wilhelm Wund telah merubah objek formal ilmu psikologi yang dulunya selalu didefinisikan sebagai ilmu jiwa, bergeser pada definisi bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dimana perilaku ini adalah suatu manifestasi dari kejiwaan seseorang. Dengan bergesernya definisi tersebut, dunia psikologi yang dulu tidak pernah “ribet” dengan pengukuran (baca: aliran psikoanalisa Sigmud Freud, Gustav Jung, Ericson, dan lain-lain) sekarang menjadi khas dengan pekerjaan pengukuran, mulai dari pengukuran atribut-atribut psikologi yang bersifat kognitif (dimulai dengan pembuatan tes IQ Binnet, tes prestasi belajar, dan lain-lain) sampai dengan pengukuran atribut-atribut non kognitif (kepribadian, motivasi, dan masih banyak lagi). Karena atribut-atribut psikologi tidak mempunyai eksistensi riil dan hanya rekaan teoritis saja (theoretical construct) maka pengukuran atribut psikologi non kognitif ini hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan respon sentimentil yang diberikan oleh seseorang terhadap pernyataan-pernyataan atau item-item yang telah disusun berdasarkan konstruk teoritis tersebut (Suryabrata, 1998).

B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan Atribut Kognitif
2.      Menjelaskan Atribut Non Kognitif


BAB II
PEMBAHASAN

Atribut psikologis yang biasa dipersoalkan di psikologi tidak mempunyai eksistensi riil, dan hanya rekaan teoritis (theoretical construct) saja. Oleh karena keadaan yang demikian itu maka atribut psikologis tidak dapat diukur secara langsung, atribut psikologis harus diukur secara tidak langsung, melalui respons yang dibuat oleh subjek pada waktu subjek dihadapkan kepada perangsang tertentu. Respons yang diperlukan untuk pengukuran atribut kognitif tidak sama dengan respons yang diperlukan untuk pengukuran atribut non-kognitif. Untuk pengukuran atribut kognitif diperlukan respons jenis pendapat (judgment), yaitu jenis respon yang dapat benar atau salah. Untuk pengukuran atribut non-kognitif diperlukan respons jenis ekspresi sentiment (exspression of sentiment), yaitu jenis respons yang tak dapat dinyatakan benar atau salah, atau seringkali dikatakan semua respons benar menurut alasannya masing-masing (Suryabrata, 2005 : 177).
Pengukuran Skala Psikologi mempelajari tentang pengukuran psikologis, yang terdiri dari atribut-atribut kognitif dan atribut-atribut non kognitif. Atribut itu merupakan karakteristik yang dimiliki individu atau objek yang bersifat psikologis maupun fisiologis. Perbedaan antara alat ukur kognitif dengan non kognitif yaitu alat ukur kognitif stimulasinya terstruktur, respon dapat di kategorikan benar/salah, bersifat objektif. Sedangkan alat ukur non-kognitif stimulusnya unstructured, stimulus yang arah responnya tidak di ketahui subjek, semua respon di terima dan bersifat proyektif.
Pengukuran atribut kognitif harus menggunakan prinsip-prinsip yang jelas, komprehensif dan spesifik. Pengukuran atribut kognitif di bedakan menjadi tiga: Tes Prestasi Belajar, Inteligensi dan Potensi Intelektual. Pengukuran atribut non-kognitif menggunakan berbagai macam model skala untuk pengukuran atributnya. Sebagai alat ukur, skala psikologi memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai bentuk instrument pengumpulan data yang lain seperti angket (questionnaire), daftar isian, inventori, dan lain – lainnya. Meskipun dalam percakapan sehari – hari biasanya istilah skala disamakan saja dengan istilah tes namun dalam pengembangan instrument ukur umumnya istilah tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif sedangkan istilah skala lebih banyak dipakai untuk menamakan alat ukur atribut non – kognitif. Selanjutnya, dalam buku ini, istilah skala psikologi selalu mengacu kepada bentuk alat ukur atribut non – kognitif, khususnya yang disajikan dalam format tulis (paper and pencil) (Azwar, 2012 : 5 -6).
Objek pengukuran dapat berupa atribut fisik atau atribut psikologi. Dibanding atribut psikologi, kelebihan utama atribut fisik adalah dapatnya diukur sampai pada tingkat skala rasio, yaitu angka interval yang memiliki harga nol mutlak, sehingga satuan ukur (Unit of measurements) dalam pengukuran fisik menjadi jelas. Atribut psikologi hanya dapat diukur sampai tingkat skala ordinal. Sekalipun hasil ukur skala psikologi dapat dinyatakan secara interval melalui suatu proses penskalaan, namun tetap tidak memiliki satuan ukur yang jelas dikarenakan tidak adanya titik nol absolut.
Sebagai objek ukur, atribut psikologi dapat dikategorikan menjadi beberapa macam, yaitu:
A.    Atribut kemampuan (kognitif)
Kemampuan psikologi adalah atribut yang menunjukkan kapasitas intelektual atau fungsi fikir manusia, oleh karena itu biasa disebut sebagai kemampuan kognitif yang terbagi menjadi kemampuan potensial dan kemampuan aktual.
1.      Atribut potensial dikonsepkan sebagai model dasar dalam bentuk peluang (probabilitas) teoretik individu untuk berkembang mencapai performansi yang optimal. Potensi individu terbentuk tanpa tergantung pada faktor lingkungan akan tetapi hanya dapat berkembang dalam bentuk performansi bila ada stimulasi dari lingkungan dan pelatihan. Potensi merupakan batas performansi optimal yang mungkin dicapai oleh individu. Satu bentuk potensi kognitif adalah kapasitas intelektual dalam pemecahan permasalahan secara umum, yang populer dengan intelegensi. Bentuk yang lainnya adalah kapasitas intelektual dalam berbagai bidang khusus (bakat), seperti bakat verbal, bakat mekanikal, bakat seni dll. Kemampuan kognitif bersifat stabil dan perubahan angka yang terjadi dalam pengukuran biasanya tidak lebih dari fluktuasi variasi eror standar.
2.      Atribut aktual dikonsepkan sebagai realisasi keberhasilan usaha belajar dalam wujud performansi yang mampu diperlihatkan oleh individu. Ada individu yang memiliki potensi tinggi namun tidak mampu memperlihatkan performansi yang maksimal yang semestinya dapat dicapainya dan ada individu yang mampu mengaktualisasikan potensi yang dimiliki secara penuh. Tingkat pencapaian performansi disebut dengan prestasi yang merupakn paduan interaktif antara potensi dan usaha (pembelajaran dan pelatihan). Performansi maksimal yang dapat dicapai oleh seseorang dipengaruhi oleh usaha dan dibatasi oleh potensi kognitifnya. Dengan demikian, prestasi tidak stabil dari waktu ke waktu. Berkurangnya pelatihan akan menurunkan tingkat prestasi dan meningkatnya pelatihan akan menaikkan prestasi sejauh potensi memungkinkan.
1.      Langkah-langkah Pengembangan Alat Ukur Atribut Kognitif
Langkah-langkah pengembangan alat ukur atribut kognitif meliputi penyusunan alat ukur yang hendaknya isinya menyeluruh, rinci dan spesifik. Pertimbangan spesifikasi alat ukur meliputi (Suryabrata, 2005: 47-67) :
a.       Menentukan wilayah yang akan dikenai pengukuran. Hal-hal yang akan dikenai pengukuran secara teknis adalah : Atribut kognitif (Hasil belajar, intelegensi dan potensi intelektual) dan Atribut non kognitif.
b.      Menentukan dasar konseptual atau dasar teoritis yang akan digunakan sebagai landasan. Dan penerapannya berupa treatment atau perlakuan terhadap manusia. Adapun macam-macam dasar konseptual adalah : Dasar konseptual mengenai hal belajar, dasar konsetual mengenai intelegensi, dan dasar konseptual menegenai potensi intelektual.
c.       Menentukan subyek yang akan dikenai pengukuran. Subyek yang akan dikenai tes sangat mempengaruhi karakteristik tes yang akan dikembangkan. Sehingga obyek tes ditentukan diawal.
d.      Menentukan tujuan pengukuran. Tujuan ini perlu dirumuskan dengan jelas sejak awal. Tes yang dimaksudkan untuk tujuan diagnostik akan berbeda dengan tes yang dimaksudkan untuk seleksi.
e.       Menentukan materi alat ukur. Materi yang dapat digunakan dalam bidang tes adalah : Materi projektif adalah yang digunakan untuk menyusun instrumen dalam mengukur atribut non kognitif dan materi non projektif yang digunakan untuk menyusun instrumen dalam mengukur atribut kognitif. seperti : materi verbal, non verbal dan materi yang berupa tugas penampilan (Performance).
f.       Menentukan tipe soal materi non prijektif  dengan memperhatikan : Alat ukur menuntut subyek merespon dengan uraian (tes berupa uraian atau esai) dan Alat ukur menuntut subyek memilih alternatif jawaban yang disajikan atau ditawarkan (tes berupa soal obyektif). Pertimbangan dalam pemilihan tipe soal adalah : Tujuan testing, cara penyekoran, kegiatan penyelenggaraan tes, dan pencetakan tes.
g.      Menentukan jumlah soal untuk keseluruhan alat ukur dan masing-masing bagiannya. Faktor dalam penentuan banyak soal tes adalah : Hubungan antara banyaknya soal dengan bobot soal dan hubungan antara banyak soal dan reabilitas tes. Variasi rumus Spearman-Brown tentang taraf reabilitas adalah : Hubungan antara banyaknya soal dengan waktu tes dan hubungan antara banyaknya soal dengan uji coba tes.
h.      Merencanakan taraf kesukaran soal dan distribusinya. Kesukaran soal adalah : proporsi atau presentase subyek yang menjawab soal dengan benar. Rumus indeknya adalah : p = B/T dengan keterangan :
P : Indeks kesukaran soal.
B : Banyaknya subyek yang menjawab soal dengan benar.
T : Banyaknya subyek yang mengerjakan soal.
i.        Menyusun kisi-kisi atau “test blue print”. Tujuan penyusunanya adalah : sebagai petunjuk efektif bagi penyususn tes. Dan panduan yang digunakan untuk pengukuran potensi dan intelektual adalah : kontruksi teoritis yang disusun berdasarkan teori untuk melandasi pengukurannya.
j.        Merencanakan tugas-tugas untuk para penulis soal. Pemberian tuga-tugas kepada penulis soal adalah hal yang sangat penting, oleh karena itu harus dipersiapkan secara cermat. Dalam menyiapkan tugas-tugas ini perlu dipertimbangkan: penulis soal, lokasi waktu untuk penulisan soal, bentuk penugasan, catatan-catatan mengenai soal, dan penelaahan soal.
k.      Mererncanakan perakitan soal. Kumpulan sejumlah soal belum tentu merupakan sebuah tes. Masih ada tindakan lain yang perlu dilakukan untuk membuat kumpulan soal itu menjadi sebuah tes. Adapun tindakan itu ialah memilih mana diantara soal-soal yang telah lulus dari penelaahan dan uji coba itu diakhirnya. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan problem-problem apa kiranya yang akan timbul.
l.        Merencanakan jadwal penerbitan tes. Untuk merencanakan penjadwalan penerbitan tes itu orang dapat bekerja secara prospektif atau restrospektif. Jadi, perencana tes dapat bertolak pada membuat perkiraan kapan (hari dan tanggal) tes itu akan siap untuk digunakan untuk merencanakan dari apa yang telah dikerjakan sampai sekarang. Dapat pula terjadi, tanggal penggunaan tes itu bekerja mundur untuk menentukan kapan penyusunan tes itu akan dimulai.

2.      Pengembangan Tes Hasil Belajar
Pengembangan tes hasil belajar pada umumnya meliputi langkah-langkah sebagai berikut : Pengembangan spefikasi tes, penulisan soal, penelaahan soal, perakitan soal (untuk tujuan uji coba), uji coba tes, analisis butir soal, seleksi dan perakitan soal, seleksi dan perakitan soal (bentuk  akhir), pencetakan tes, administrasi tes bentuk akhir, dan penyusunan skala dan norma.
3.      Pengembangan Tes Intelegensi
Seperti pengembangan tes hasil belajar, pengembangan tes intelegensi juga mengikuti langkah-langkah yang sedikit banyak telah baku, yaitu: Pengembangan spefikasi tes, penulisan soal, penelaahan soal, perakitan soal (untuk tujuan uji coba), uji coba tes, analisis butir soal, seleksi dan perakitan soal, seleksi dan perakitan soal (bentuk  akhir), pencetakan tes, administrasi tes bentuk akhir, dan penyusunan skala dan norma.
Walaupun langkah-langkah yang harus dilakukan itu sama dengan yang harus dilakukan dalam pengembangan tes hasil belajar, namun di dalam praktek pelaksanaannya dapat sangat berbeda. Hal ini terjadai karena (a) kompleksitas inteligensi lebih tinggi dari pada hasil belajar, (b) proses pengambilan data memerlukan waktu yang lebih panjang, dan (c) proses penyusunan norma memerlukan waktu dan kerja lebih banyak.

4.      Pengembangan Tes Potensi Intelektual
Upaya pengembangantes potensi intelektual khusus (special aptitude test) timbul karena banyak kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam masyarakat tidak dijawab dengan memuaskan apabila orang hanya mengandalkan pada penerapan tes intelegensi. Tes intelegensi memberikan gambaran global mengenai kemampuan intelektual umum; di dalam banyak kejadian memang gambran yang demikian itu yang diperlukan. Namun, ada keadaan-keadaan dimana yang diperlukan itu bukan gambaran kemampuan intelektual umum, melainkan profil intelektual yang menampilkan kekuatan dan kelemahan individu yang dites.

B.     Atribut bukan kemampuan (non kognitif)
Atribut psikologi yang bukan kemampuan kognitif kadang-kadang disebut sebagai atribut kepribadian dan sebagai atribut efektif. Menyangkut metoda penyusunan instrumen, atribut bukan kemampuan dikenal (mengikuti defenisi Cronbach, 1970) sebagai performansi tipikal (typical performance). Performansi tipikal inilah yang menjadi objek ukur skala-skala psikologi. Untuk pengukuran atribut non kognitif diperlukan respon jenis ekspresi sentimen (expression of sentiment), yaitu jenis respons tidak dapat dinyatakan benar atau salah, atau sering dikatakan semua respons benar menurut alasannya masing-masing.
1.      Langkah-langkah pengembangan alat ukur non kognitif
Langkah pengembangan alat ukur atribut non kognitif pada dasarnya sama dengan langkah-langkah dalam pengembangan alat ukur atribut kognitif. Jadi langkah-langkah itu adalah sebagai beerikut:
a.       Pengembangan spesifikasi intrumen. Hal-hal yang perlu dibuat rumusannya secara spesifik adalah subjek, tujuan, model skala, kisi-kisi, dan waktu.
b.      Penulisan pernyatan atau pertanyaan. Rumusan pernyataan atau pertanyaan untuk pengukuran atribut non kognitif ini sangat beragam, tergantung kepada model skala yang digunakan. Tiga hal penting yang harus dipertimbangkan ialah gagasan mengenai substansinya, format rumusannya, dan pembahasannya.
c.       Penelaahan pernyataan atau pertanyaan. Hasil penulisan penyataan atau pertanyaan perlu ditelaahan, yaitu dianalisis secara kualitatif. Analisa kualitatif ini dilakukan dari tiga arah, yaitu dari arah substansinya, dari arah rumusannya, dan dari arah pembahasannya.
d.      Perakitan pernyataan atau pertanyaan. Pernyataaan atau pertanyaan yang telah dipilih dalam proses penelaahan pernyataan atau pertanyaan lalu dirakit kedalam perangkat alat ukur sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Proses perakitan ini relatif sederhana, oleh karena rambu-rambunya telah dituliskan dengan rinci dan jelas dalam kisi-kisi.
e.       Uji coba. Kelompok subjek yang akan dilibatkan dalam uji coba harus benar-benar sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam spesifikasi.
f.       Analisis hasil uji coba. Analisis hasil uji coba akan tergantung kepada model skala yang digunakan. Namun, satu hal sudah pasti yaitu bahwa teori yang mendasari penyusunan skala itu adalah teori tes klasik.
g.      Seleksi perakitan instrumen. Seleksi pernyataan atau pertanyan juga tergantung pada model skala yang digunakan. Kegiatan ini secara relatif sederhana, oleh karena apa yang dilakukan telah diberi arah oleh model skala yang digunak serta kisi-kisi yang relatih lengkap.
h.      Administrasi instrumen bentuk akhir. Intstrumen ini akan tergantung kepada subjek, maka spesifikasi kelompok subjek untuk admisnistrasi instrumen itu sangat penting. Hasil-hasil serta kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh akan tebatas berlakunya ada kelompok subjek yang terlibat dalam penggunaan instrumen tersebut.
i.        Proses kuantufikasi. Seperti yang telah diuraikan di depan atribut-atribut psikologis tidak mempunyai eksisitensi riil dan hanya merupakan rekaan teoritis.
j.        Penyusunan skala dan norma.

2.      Pengembangan skala model Likert
Model ini sebenarnya bernama metode summated ratings. Tetapi karena modelnya pertama kali di usulkan oleh Rensis Likert (1931), maka model skala ini terkenal dengan nama skala model Likert atau skala Likert. Skala ini tergolong skala untuk orang dan pada rancangan dasarnya disusun untuk mengukur sikap, walaupun kemudian penerapannya juga dilakukan terhdap hal-hal lain selain sikap. Secara garis besar pengembangan skala Likert itu melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a.       Pengembangan spesifikasi
b.      Penulisan pernyataan-pernyataan
c.       Penelaahan pernyataan-pernyataan
d.      Perhatikan pernyataan-pernyataan kedalam perangkat instrumen
e.       Uji coba
f.       Analisis uji coba
g.      Seleksi dan perakitan pernyataan
h.      Pencetakan instrumen
i.        Administrasi instrumen
j.        Penyusunan skala dan norma.

3.      Pengembangan skala dengan metode perbandingan pasangan
Dasar teori metode perbandingan pasangan ini adalah “hukum pendapat komparatif” (law of comparative judgment) yang dirumuskan oleh Thurstone (1927). Dasar teori itu tidak akan disajikan di sini. Pembaca yang berminat mempelajari hal tersebut disilahkan mempelajarinya lewat sumber-sumber pustaka yang disajikan pada akhir tulisan ini. Yang akan disajikan disini hanyalah proses penyusunan skala berdasar metode perbandingan pasangan itu. Secara singkat penyusunan skala itu melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a.       Penyusunan tabel popularitas stimulus
b.      Penyusunan pasangan-pasangan stimulus
c.       Pencetakan instrumen, yang berupa pasangan-pasangan stimulus
d.      Penerapan instrumen kepada sekelompok subjek
e.       Penghitungan frekuensi pilihan F
f.       Penghitungan proporsi pilihan P
g.      Konfersi harga proporsi P kedalam harga normal deviate Z
h.      Koreksi harga Z kedalam Z yang dikoreksi Zc untuk menghilangkantanda negatif
4.      Pengembangan skala Thurstone
Thurstone mengembangkan tiga macam teknik penyusunan skala sikap yang satu sama lain terkait, yaitu metode perbandingan pasangan, metode interval nampak sama, dan metode interval suksesif. Ketiga metode ini semuanya menggunakan pendapat suatu panel penentu pendapat mengenai kemendukungan atau kepositifan relatif pernyataan-pernyataan sikap terhadap objek sikap tertentu. Harga kemendukungan masing-masing pernyataaan dari pendapat-pendapat ini, dan pernyataan-pernyataan yang dirakit jadi instrumen dipilih berdasar atas harga kemendukungan itu.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Pengukuran Skala Psikologi mempelajari tentang pengukuran psikologis, yang terdiri dari atribut-atribut kognitif dan atribut-atribut non kognitif. Atribut itu merupakan karakteristik yang dimiliki individu atau objek yang bersifat psikologis maupun fisiologis. Perbedaan antara alat ukur kognitif dengan non kognitif yaitu alat ukur kognitif stimulasinya terstruktur, respon dapat di kategorikan benar/salah, bersifat objektif. Sedangkan alat ukur non-kognitif stimulusnya unstructured, stimulus yang arah responnya tidak di ketahui subjek, semua respon di terima dan bersifat proyektif.
Pengukuran atribut kognitif harus menggunakan prinsip-prinsip yang jelas, komprehensif dan spesifik. Pengukuran atribut kognitif di bedakan menjadi tiga: Tes Prestasi Belajar, Inteligensi dan Potensi Intelektual. Pengukuran atribut non-kognitif menggunakan berbagai macam model skala untuk pengukuran atributnya.

B.     Saran
Penulis tahu bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar bisa membuat makalah yang lebih baik kedepannya.


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Azwar, Saifuddin. 2012. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : pustaka Pelajar
Suryabrata, Sumadi. 2005. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta : Andi Offset




1 komentar:

Unknown mengatakan...

wah sangat bermanfaat mba, izin pakai ya untuk bahan Presentasi